Thursday, November 22, 2007

Sejarah Renang Terancam Hilang

NILAI sejarah tidak bisa diukur dalam bentuk uang. Namun, kenyataannya sejarah sering kali dianggap sekadar masa lalu yang mudah dilupakan karena kehidupan metropolis saat ini selalu cenderung memandang ke depan.

Begitu pula di dunia olah raga. Banyak tempat bersejarah olah raga di Kota Bandung terancam raib karena berganti fungsi menjadi lahan komersial yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Sementara, tidak ada lahan pengganti sehingga yang terjadi cabor-cabor selalu mengeluh kekurangan sarana untuk latihan.

Banyak contoh dan salah satunya yang sudah terjadi adalah hilangnya lapangan tenis Admiral di Dago. Tempat itu memiliki nilai sejarah tinggi khususnya bagi sekolah tenis FIKS yang telah melahirkan banyak petenis nasional seperti Angelique Widjadja. Namun, karena lahan lapangan itu merupakan milik pribadi, apa daya akhirnya lapangan tersebut lepas pula.

Saat ini, Kota Bandung juga terancam kehilangan salah satu tempat bersejarah olah raga lainnya yaitu Kolam Renang Cihampelas. Kendati belum pasti, dari penuturan beberapa kalangan renang terutama dari Klub Aquarius, santer terdengar kolam renang tertua di Indonesia itu akan segera hilang dalam kurun waktu enam bulan. Kolam tersebut akan dijual.

Hal yang wajar sebenarnya jika melihat kepemilikan tempat tersebut. Kolam Renang Cihampelas adalah milik perseorangan dan tentunya jika sang empunya merasa sudah tidak menguntungkan, ia berhak untuk melakukan apa pun terhadap asetnya. Tentunya, jika dijual memang akan lebih menguntungkan karena memang lokasi Cihampelas merupakan salah satu kawasan bisnis perdagangan yang ramai di Kota Bandung.

Namun, di balik hal itu ada satu persoalan yang dilupakan yaitu nilai sejarah kolam tersebut. Berdasarkan sumber dari PB PRSI, Kolam Renang Cihampelas adalah yang pertama dibangun di Indonesia dan digunakan oleh masyarakat umum. Cihampelas didirikan pada 1904, sehingga PRSI menganggap awal dari kegiatan olah raga renang di Indonesia dimulai di Bandung.

Tidak hanya itu, penamaan kawasan dan jalan dengan nama Cihampelas diambil berdasarkan nama kolam pemandian tersebut. Pada saat pembuatan kolam, di sekitar tempat tersebut banyak terdapat pohon hampelas (sejenis pohon berdaun kasar dan bisa digunakan sebagai penggosok). Sumber air yang digunakan untuk mengisi kolam berasal dari sekitar pohon hampelas tersebut.

Sampai saat ini kolam renang tersebut masih mengandalkan sumber mata air tersebut walaupun kini sudah mulai sedikit seiring bertambahnya kegiatan komersial di kawasan itu. Bahkan, pada musim kemarau lalu, kolam renang itu praktis tidak bisa digunakan karena merosotnya debit air dari mata air tersebut. Hal itu juga merupakan salah satu pertimbangan, ke depan kolam tersebut tidak akan bertahan lagi.

Sebenarnya masih banyak lagi tempat olah raga lainnya yang memiliki nilai sejarah dan terancam hilang. Kolam Renang Centrum misalnya, yang kini juga dikabarkan akan segera beralih fungsi menjadi hotel walaupun masih diperdebatkan. Belum lagi yang sama sekali telah hilang seperti lapangan sepatu roda Siliwangi yang belum tergantikan sampai saat ini.

Sebenarnya perubahan fungsi lahan olah raga telah diatur dalam UU Sitem Keolahragaan Nasional. Bahkan, sanksinya cukup berat. Namun, sampai saat ini belum ada petunjuk teknis tentang hal itu sehingga sulit untuk diimplementasikan. Apalagi hal itu menyangkut hak milik pribadi.

Menyangkut masalah Cihampelas tersebut kabarnya beberapa pihak dari kalangan masyarakat olah raga akan mulai bergerak. Seperti yang diusung Sport Watch yang telah menyatakan keprihatinannya mengenai banyaknya perubahan fungsi lahan olah raga termasuk masalah Cihampelas. Juru bicara Sport Watch, Darwin Suratman, mengatakan, pihaknya berharap pemerintah bisa mencarikan jalan keluar mengenai persoalan ini. Bagimanapun nilai sejarah tidak bisa dihilangkan.
Sumber: Pikiran Rakyat, Jumat, 21 September 2007

No comments: